BENJENG, Gresikpos.com – Tampak dari depan, bengkel pandai besi milik Syafi’ Zamhari seperti bengkel pandai pada umumnya. Alat-alat pandai besi mewarnai pandangan seolah-olah menarik penasaran tentang berapa pendapatan usaha seperti itu. Pekerjaan pukul-memukul setiap hari selalu dia lakukan bersama 5 karyawannya. Meskipun punya karyawan, naluri pekerja seorang Syafi’ Zamhari tidak bisa lepas. Ia juga ikut bekerja seperti para karyawannya.
Profesi sebagai pandai besi di Desa Metatu Benjeng Gresik menurut salah seorang penduduk di sana jika sangat banyak sekali. Bahkan per gang di kampung bisa ada. Namun dari banyaknya bengkel tersebut, masing-masing dari mereka mempunyai pasarnya sendiri-sendiri.
“Sebenarnya banyak bengkel pandai besi di sini. Bahkan per kampung itu ada. Tetapi meskipun banyak, mereka mempunyai pelanggannya sendiri-sendiri,” kata Toni, selaku ketua Karang Taruna Desa Metatu.
Sama halnya pandai besi milik Syafi’ nama sapaannya. Sejak tahun 1979 ia sudah bekerja di pandai karena keluarganya banyak yang berprofesi sebagai tukang pandai. Jadi keterampilan mengolah besi menjadi macam-macam alat itu sudah kesehariannya.
“Saya memulai usaha ini sejak Pendidikan Guru Agama (PGA) kelas 2, tahun 1979. Dari mbah-mbah dulu memang jadi tukang pandai. Akhirnya ya setiap hari berhadapan dengan ini. Untuk karyawan sekarang ada 5, berhubung saya juga ikut mengerjakan, jadi 6,” tutur Syafi’, Jumat (18/12/20).
Pelanggannya datang dari beberapa daerah sekitar. Sistemnya pelanggan yang datang, kemudian memesan. Setelah itu pelanggan menunggu sampai barang pesanannya jadi. Mereka yang datang biasanya dari Lamongan, Gresik sendiri, dan Bojonegoro.
Akibat dari banyaknya pesanan itu, Syafi’ menuturkan bahkan di hari Minggu pun kadang ia masih buka. Hal tersebut bertujuan agar pesanan tidak menumpuk terlalu banyak. Sehingga kalau menumpuk, nanti justru semakin lama barang pesanannya jadi.
“Saya buka tiap hari. Minggu pun saya masih buka. Itu agar pesanan tidak menumpuk terlalu banyak,” jelasnya.
Barang yang diproduksi kebanyakan barang rumah tangga dan pertanian. Seperti arit, pisau, berang dan macam-macam lainnya. Selama berproduksi, kendala yang dialami Syafi’ hanya ada ketika listrik mati melanda. Di saat itu ia tidak bekerja, sebab alat produksinya kebanyakan bergantung dengan listrik.
“Kendalanya ya waktu listrik mati saja. Itu produksi bisa berhenti,” cerita Syafi’.
Di kalangan para pelanggannya, bengkel pandai milik Syafi’ dikenal dengan nama Bengkel Pande Besi WF. Dau huruf itu kalau dijabarkan mengandung nama dari Syafi’ dan mbahnya.
Awal saat membuka usaha dulu, ia bercerita bahwasanya menggunakan modal sendiri. Akan tetapi selama usaha pandai itu berjalan, ia sempat meminjam uang di bank menggunakan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Spesifikasi banyaknya pinjaman Syafi’ tidak bisa menjelaskan, bergantung banyak sedikitnya kebutuhan. Bahkan ia mengatakan kalau sampai sekarang masih ada tanggungan cicilan.
“Iya pernah pinjam di bank. Besar kecilnya bergantung kebutuhan. Kalau kebutuhannya banyak, pinjamnya banyak. Kalau sedikit ya sedikit. Sampai sekarang saya juga masih ada tanggungan cicilan,” jelasnya.
Meskipun begitu, omset yang ia dapatkan cukup menggiurkan. Selama satu bulan, Syafi’ tidak bisa mengira-ngira dengan jelas. Namun ia bisa memberi gambaran, sehari bisa dapat sampai Rp 1,5 juta. Itu terjadi karena memang usaha seperti ini tidak terdampak pandemi. ada atau tidaknya Covid-19, produksi masih tetap berjalan.
–
Kontributor : Ahmad Baharuddin Surya
Editor : Agung Maps