MENGANTI, Gresik.com – Ketika mendengar kata santri pasti secara langsung kita juga berpikir tentang pondok pesantren. Apalagi di Kabupaten Gresik memiliki banyak pesantren yang tersebar di setiap kecamatan di Gresik, sehingga mendapatkan julukan kota santri.
Pondok pesantren Khozainul Ulum yang berada di desa Sidowungu Kecamatan Menganti memiliki kisah unik, baik dari sejarahnya maupun dari santri yang belajar di sana. Berdiri sejak tahun 2013 pondok ini telah mendidik berbagai macam santri, mulai dari anak jalanan, mantan pencuri, distabilitas, hingga mantan santri dari pondok yang menganut ajaran radikal. Dari kebanyakan yang pernah mondok di sana setelah lulus sudah berakhlak baik dan kembali ke jalan yang benar.
Dulu pada awal berdirinya, pondok ini merupakan gudang kosong yang sudah lama tidak ditempati lalu dibeli oleh Pak Lurah Muhammad Sukhoiri untuk mendirikan pondok. Lalu beliau menunjuk dan menyerahkan kepada Kyai Zainal Abidin sebagai pengasuh pondok ini. Kemudian Kyai Zainal tidak langsung menerima karena sebelumnya belum memiliki pengalaman mengurus pondok ataupun lembaga pendidikan semacamnya. Beliau akhirnya keliling dan meminta saran dari para Kyai Sepuh yang ditemui dan semuanya berpesan bahwa harus menerima amanah ini. Sebagai bekal tambahan keyakinannya, maka ia memutuskan lanjut ziarah ke makam wali dan akhirnya memiliki memutuskan bahwa memang harus menerima amanah sebagai pengasuh pondok.
Berjalannya waktu berdirinya pondok, beberapa santri berdatangan. Santri pertama bernama Ahmad yang sejak tahun 2013 sudah di sini. Lalu tidak lama ada lagi santri yang datang. Ada yang tuna netra, anak nakal, mantan pencuri dan beberapa santri lainnya yang bisa dibilang unik. Untuk Febry Nur Hakim merupakan santri tuna netra yang pertama kali mondok di sini dan sekarang sudah mendapatkan hadiah umrah bersama ustaz Basori, salah satu ustaz di sini.
“Sejak pondok ini berdiri banyak santri unik yang pernah belajar di sini. Mulai dari tuna netra, anak nakal, mantan pencuri, santri pondok radikal, dan santri lainnya. Untuk santri tuna netra ada 2 orang sudah pernah mendapat hadiah umrah bersama dengan ustaz di sini,” tambah Kyai Zainal, lelaki alumni Tebuireng Jombang itu.
Kenangan tentang pondok dan santri yang tidak akan dilupakan oleh Kyai Zainal adalah salah satu santrinya pernah ada yang mencuri di desa setempat sehingga dipukuli dan warga ingin mengusirnya. Tapi beliau malah membelanya dan tetap mempertahankan karena menurutnya semua yang dilakukan oleh santrinya adalah tanggung jawabnya.
“Pernah juga santri saya dipukuli oleh warga desa dan hampir diusir tetapi tetap saya bela karena santri ini masih tanggung jawab saya. Saya mempunyai prinsip bahwa seburuk apa pun santri, saya tidak akan menolak dan mengusirnya karena amanah yang telah diberikan orang tua kepada saya untuk membimbingnya memiliki akhlak yang baik,” lanjut Kyai Zainal.
Lalu ada pula santri disabilitas yang masing-masing punya kelebihan sendiri, mulai dari yang menderita autisme, tuna netra, hingga tuna wicara pernah mondok di sana dan Kyai tidak keberatan mendidik mereka. Minimal memiliki akhlak yang baik. Bahkan, 2 santri tuna netra pernah mendapat hadiah umrah karena mereka merupakan hafiz Quran dan pernah menjuarai lomba. Untuk santri lain yang bisa dibilang anak nakal setelah mondok bisa kembali ke jalan yang benar.
“Beberapa santri yang bisa dibilang nakal itu pernah mondok di sini selama 1 sampai 2 tahun Alhamdulillah setelahnya mereka menjadi baik dan kembali ke jalan yang benar. Kalau untuk santri seperti ini tidak langsung secara bersamaan tapi bergantian ketika ada yang keluar dan ada yang masuk begitu seterusnya,” tambah Kyai Zainal.
Dekat pondok Khozainul Ulum juga ada pondok milik Pak Lurah yaitu Pondok Mburi Wong Bodho. Pondok itu mengatasi orang dengan gangguan kejiwaan dan mantan pecandu narkoba. Sekali waktu ada santri dari pondok tersebut yang sudah sembuh ingin ikut mondok di sana dan Kyai menerima karena tidak memilih santri.
“Ada yang dari pondok milik pak lurah itu ingin pindah pondok kesini karena dia sudah sembuh, Alhamdulillah saya dan para ustaz sanggup mendidiknya dan setelah keluar menjadi orang baik dan berguna bagi sekitar,” tuturnya.
Kemudian ada santri yang dulunya merupakan santri dari pondok fundamentalis. Ajarannya radikal dan tentang peperangan sehingga sedikit mempengaruhi pola pikir dari santri tersebut. Namun, sejak di pondok ini Kyai mendidik langsung dan mengajari selama 5 bulan dengan pola natural, tidak dengan doktrinasi. Lalu setelah 5 bulan yang awalnya tidak mau selawat nabi dan tahlil, akhirnya dengan berjalannya waktu, dia sudah mau. Bahkan sering jadi imam waktu salat di pondok selama 2 tahun.
“Pernah saya mengajar dari santri yang saya rasa dulu dia dari pondok fundamentalis yang ajarannya tentang peperangan. Bahkan, waktu awal di sini dia sempat bertanya apakah di sini ada kuda dan panah yang bisa digunakan latihan berperang. Namun lama kelamaan saya didik dengan cara natural tidak dengan doktrinasi. Alhamdulillah selama 5 bulan dia sudah bisa menyesuaikan dengan kegiatan di sini seperti selawat nabi, tahlil, dan sering saya suruh jadi imam di pondok ini,” kata Kyai Zainal.
Dari beberapa santri juga mengatakan bahwa mondok di sana menyenangkan karena pendidiknya juga sangat mengerti kebutuhan dan keinginan dari setiap santri. Menurut Febry Nur Hakim salah satu santri disabilitas menjelaskan bahwa di pondok ini belajarnya santai dan tidak memberatkan bahkan saat ia belajar menghafal Al Quran bisa difasilitasi dengan baik bahkan hingga menjadi hafiz dan memenangkan banyak lomba.
“Kalau mondok di sini itu menyenangkan jadi santri tidak terlalu terbebani sehingga saya merasa nyaman. Waktu menghafal Al Quran dulu saya menggunakan media handphone, lalu setelah hafal langsung setoran ke ustaz. Untuk lomba MTQ juga saya sangat senang ketika juara karena teman-teman pengurus pondok selalu mendampingi,” kata Febry.
Karena terjadinya pandemi Covid-19 santri dari pondok banyak yang dipulangkan ke rumah masing-masing. Namun, untuk santri yang masih tinggal diajak Kyai untuk lebih rutin dan memperbanyak wirid di pondok dan memperbanyak ibadah untuk berdoa agar pandemi ini segera berlalu. Sampai saat ini santri yang menetap sekitar 10 orang.
–
Kontributor : Mintrojo Sahputra
Editor : Ahmad Baharuddin Surya