SIDAYU, Gresikpos.com – Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Gresik tahun 2020, tercatat ada 18.322 jumlah petani ikan di Gresik. 14.117 sebagai owner, sedangkan 4.205 sebagai pendega atau penjaga, bukan pemilik. Dari data tersebut bisa dibayangkan, sudah berapa ton berbagai jenis ikan yang dihasilkan setiap tahunnya.
Di Kecamatan Sidayu sendiri tercatat ada 1.671 petani ikan. 1.185 adalah ownernya, sedangkan 486 sebagai pendega. Ikan yang tercatat adalah ikan pada umumnya. Tetapi dari data tersebut, bisa diklasifikasikan kembali menurut ciri khas petani tiap daerah, karena setiap daerah selalu punya produk ikan sendiri yang dihasilkan.
Contohnya di Desa Purwodadi Sidayu yang menjadi sentra produksi pembibitan udang vaname di Gresik. Bahkan pihak masyarakat desa sudah mengklaim desanya sebagai kampung vaname, ditandai dengan simbol di gapura masuk desa, di situ bertuliskan kampung vaname dan untuk memperkuat, dibangunkanlah patung udang sebagai identitas desa.
Namun para petani di sana tidak selalu mulus melancarkan produksinya, lantaran ada beberapa kendala yang setidaknya sampai saat ini masih mereka rasakan. Terutama perihal pemasarannya. Sementara ini, seperti yang dikatakan Said, salah satu pelaku pembibitan, pemasaran bibit udang vanamenya masih dipasarkan di kawasan lokal saja, sekitar Jawa Timur. Ia membutuhkan segmen pasar yang lebih luas lagi, contohnya di luar Pulau Jawa.
“Kalau untuk pemasarannya masih di lokal, belum bisa jauh-jauh. Seperti di Sidoarjo, Bangil, Pasuruan, Tuban, dan paling banyak di Lamongan,” ungkapnya, Rabu (18/11).
Pemasaran bibit vaname juga bergantung dari musimnya. Kalau musim hujan, pemasaran akan lancar. Tetapi kalau sudah masuk musim kemarau, pemasok bibit udang vaname terjadi penurunan. Apalagi ketika wilayah Lamongan sudah datang musim padi.

Permasalahan lagi terjadi di penambahan bibit udang. Kata Said, ketika musim lebon tiba, kadang ia menolak para pembeli, karena ia tidak bisa memenuhi permintaan mereka. Ia juga berharap bantuan pemerintah agar dibantu soal bibit udang vanamenya, supaya tidak kerepotan jika musim lebon sudah tiba.
“Kendalanya mungkin saat musim lebon tiba. Jadi banyak pembeli datang untuk mengisi tambaknya. Terkadang saya waktu itu kewalahan sampai ada beberapa pembeli yang saya tolak, karena saya tidak bisa memenuhi kebutuhannya. Saya berharap juga agar pemerintah daerah bisa membantu menyuplai bibit udang vaname di saat seperti itu, agar mereka para pembeli bisa tercukupi,” tambahnya.
Permintaan tersebut perlu digalakkan karena udang vaname merupakan produk pertanian yang bisa diperhitungkan saat panen, apalagi panennya terhitung sebentar. Di samping itu, pemerintah melalui Menteri Kelautan dan Perikanan menarget jika di tahun 2020 ini Indonesia menyuplai pasokan udang ke pasar dunia mencapai 13 sampai 15 juta ton.
Target itu perlu diimbangi kerja sama antara petani pembibitan udang vaname dan petani pembesaran udang. Mereka harus bersinergi saling memenuhi. Artinya, budidaya udang perlu digalakkan di berbagai daerah, bukan hanya di Pulau Jawa.
Terkait permasalahan semacam itu, sudah dikeluhkan Said ketika musim kemarau tiba. “Saat musim kemarau ini kami di sini sulit memasarkan udang vaname, karena sampai saat ini kami hanya mampu memasarkan di seputar wilayah Kabupaten Gresik dan beberapa daerah di sekitarnya,” jelasnya.
“Para petani pembibitan udang vaname di Purwodadi masih dilakukan mandiri. Artinya setiap pengusaha memiliki pelanggannya masing-masing. Bentuk pemasaran seperti itu masih aman jika musim hujan tiba. Tetapi saat musim kemarau tiba, mereka sangat sulit memasarkan bibit udangnya. Harapan saya sebagai Kepala Desa, semoga dari Pemerintah Daerah bisa membantu kami di sini ini untuk memasarkan bibit udang vaname agar saat musim kemarau, ekonomi bisa tetap berjalan,” tambah Kastar, selaku Kepala Desa Purwodadi.
Bukan hanya di petani pembibitan saja, di petani pembesaran, pupuk juga jadi bahan yang sulit. Padahal jika dilihat secara nyata, di kawasan Gresik sudah berdiri pabrik pupuk, jadi tidak elok kalau petani Gresik sendiri masih mengeluhkan kekurangan pupuk.
“Kalau di pembibitan, pupuk tidak termasuk bahan utama, tetapi di petani pembesaran, pupuk ini jadi bahan utama. Sedangkan selama ini pabriknya sendiri saja di Gresik, masa kita sebagai warga Gresik masih kekurangan. Ibaratnya kita membuka warung, tapi kita sendiri yang kelaparan,” tandas Kepala Desa itu ke Jurnalis Gresik Pos.
Pupuk dan bibit udang merupakan bahan inti dari para petani itu. Jika tidak ada atau ada kendala pada kedua barang tersebut, maka sudah dipastikan, produksi udang vaname ke depan akan selalu terasa sulit.
Coba kita lihat budidaya udang di beberapa daerah di luar Pulau Jawa, seperti yang dilansir kompas.com (19/16/20), Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan menargetkan 5 tahun ke depan kawasan pantai selatan Pulau Jawa akan jadi sentra budidaya udang di Indonesia dengan target 4 juta ton per tahun.
Kemudian dalam sariagri.id (8/8/20), Kementerian Kelautan dan perikanan (KKP) menargetkan Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat menjadi sentra budidaya vaname dengan target 80 ribu ton per tahun.
Bahkan di Kalimantan, khususnya Kalimantan Utara, sejak tahun kemarin sudah menjadi produsen udang utama di Pulau Kalimantan. Media Antara Kaltara memberitakan, Pada 2019 total produksi udang segar, beku dan olahan Kaltara mencapai 9.900 ton atau sekitar 57,56 persen dari total produksi udang se Kalimantan.
Dari data-data dan gambaran hasil penjualan udang di berbagai tempat luar Pulau Jawa tersebut, maka dibutuhkan penyegaran kembali sebagai jalan menempuh sinergitas dari tiap-tiap pulau atau daerah untuk menjalin koordinasi ulang dalam bentuk kerja sama. Terutama permasalahan petani pembibitan udang vaname di Gresik yang sangat membutuhkan pasok bibit udang vaname tambahan.
Di samping ada pasokan bibit undang tambahan, tentu sebaiknya diimbangi dengan pemasaran bibit agar lebih luas lagi penyebarannya di banyak daerah, khususnya di luar Pulau Jawa. Supaya antara petani pembibitan dan pembesaran udang bisa saling mengisi, sehingga muncul simbiosis sama-sama saling untung dan saling memenuhi kebutuhan.
Kontributor : Ahmad Baharuddin Surya
Editor : Mintrojo Sahputra