GRESIK, Gresikpos.com – Saat Gresik Pos mengonfirmasi ke Dinas Pertanian Gresik, (15/01/21), Kordinator penyuluh Pertanian Edi Sutrisno mengatakan, pendataan dalam RDKK itu dilakukan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di tiap-tiap kecamatan, karena mereka sudah memegang akun masing-masing dan aksesnya pun langsung ke Kementerian.
“Dari dinas sendiri saja yang sebagai petugas tidak tahu user name di tiap-tiap kecamatan. Kami hanya tahu user name milik dinas, yang mana nanti akan mengakumulasi jumlah besar dari tiap-tiap kecamatan,” ujarnya.
Saat ditanya mengenai alokasi pupuk tahun 2021, Edi menjelaskan untuk urusan e-RDKK-nya sudah selesai. Termasuk banyaknya alokasi pupuk subsidi di tahun 2021. “e-RDKK ini gunanya sebagai acuan dasar penebusan pupuk subsidi,” terangnya.
Dari data yang sudah terdaftar itu, ada beberapa bagian. Kalau untuk yang dipegang Dinas Pertanian, meliputi tanaman pangan dan perkebunan. Kawasan tanaman pangan meliputi seluruh kecamatan yang ada di Gresik. Berbeda dengan perkebunan, di Gresik hanya ada 5 kecamatan.
“Pupuk buat perkebunan ada dua, yaitu ZA dan NPK. Tetapi khusus tanaman pangan, ada tiga macam, ZA, Urea, dan NPK,” papar Edi.
Adapun jumlah alokasi pupuk subsidi tahun ini dengan akumulasi per tahun tiga kali, terhitung dari masa tanam sebanyak tiga kali, maka pupuk UREA untuk tanaman pangan tahun ini sebesar 18.458 ton, ZA 10.776 ton, NPK 34.384. Untuk perkebunan, pupuk Za 541 ton dan NPK 696 ton.
Dari data, menurut Edi itu sudah tetap. Semua data tersebut dari Gapoktan yang mendata para petani di masing-masing Poktan. Dan di tahun 2021, Edi menambahkan kalau pasokan pupuk kemungkinan maksimal 100%, tidak ada pengurangan-pengurangan lagi seperti tahun-tahun sebelumnya.
Selain permasalahan terletak di pengalokasian, masalah pupuk juga terjadi pada penggunaan pupuk organik yang masih simpang siur manfaatnya. Pasalnya, pengambilan pupuk dilakukan harus satu paket beserta pupuk organik.
Padahal di petani, penggunaan pupuk organik masih terkendala soal kapan dan bagaimana penggunaannya. Kebanyakan pupuk organik di lapangan justru merugikan para petani. Seperti yang diceritakan Kasman, pupuk organik bisa membuat hasil panen kurang maksimal. Misalnya saja pada tanaman padi, pupuk organik bisa membuat padi gemuk, tetapi hasilnya gembos.
“Saya kurang menyukai organik, karena hasilnya itu kegemukan dan gembos. Jadi tidak maksimal,” jelasnya.
Kemudian Masluh juga mengungkapkan hal yang sama. Bahkan sampai Masluh kebingungan ketika pengiriman pupuk organik, karena jenis pupuk itu banyak yang tidak terpakai. Untuk menyiasatinya, Masluh mengembalikan pupuk itu ke pabrik lewat temannya yang bekerja di sana. Untuk spesifik pabriknya, Masluh tidak menjelaskan kepada Gresik Pos.
“Akhirnya, dulu itu saya tawarkan ke teman yang membutuhkan. Berhubung dia di pabrik dan membutuhkan pupuk organik, maka pupuknya saya kembalikan ke pabrik lagi,” katanya.
Pernyataan berbeda diungkapan oleh Ketua Fraksi Nasdem Musa, ia mengatakan sangat tidak dibenarkan soal penyalahgunaan pendistribusian pupuk. “Memang tidak bisa dibenarkan menyalahgunakan distribusi pupuk ke petani, sehingga tidak bisa mendapatkan alokasi pupuk,” jelas Musa, Senin (01/2/21).
Namun Musa setuju apabila pupuk kimia lebih dikurangi dan diganti dengan organik, karena dengan pupuk kimia bisa mengurangi kualitas tanah dan perkembangan kualitas hasil pertanian.
“Secara prinsip, saya setuju pupuk kimia ini pelan-pelan dikurangi, karena itu bisa merusak kultur tanah dan daya tahan atau perkembangan pertanian,” ujarnya.
Ia menyayangkan soal petani yang terus-terusan berharap pada alokasi pupuk yang selalu tersedia. “Padahal dalam pendistribusiannya masih ditemukan banyak kesalahan,” ungkapnya.
Di lapangan, pupuk organik masih enggan dipakai para petani. Kebanyakan mereka mengambil pupuk non organik. Meski pengambilannya sepaket, tetapi kadang pupuk organik dibiarkan tidak diambil.
Jika secara pemanfaatan lebih baik menggunakan organik, maka yang paling perlu dilakukan adalah sosialisasi penggunaan pupuk organik agar para petani paham ketika diterapkan di sawah mereka masing-masing.
Dewan Pemrakarsa FORKOT Bagus Kurniawan juga menyikapi persoalan tersebut. Ia mengatakan, jika mereka malu kalau membandingkan dengan kota-kota lain yang notabenenya masih masuk wilayah Jawa Timur.
“Di sana mereka tidak kekurangan pupuk, tetapi di sini (Gresik) sebagai lumbung pupuk, justru malah kekurangan,” jelasnya.
Selama ini kebanyakan para petani di Gresik sudah jarang menggunakan pupuk organik, mayoritas dari mereka menggunakan pupuk non organik. Sedangkan pasokan pupuk bersubsidi buat mereka selalu kekurangan. Sehingga pupuk organik hanya menjadi solusi sesaat.
“Di sini yang paling banyak organik, sementara petani di Gresik kalau berbicara organik itu minim, karena petani Gresik sudah semi moderen, mereka tidak menggunakan pupuk organik,” pungkas Bagus.
Saat pihak FORKOT melakukan audiensi kemarin, Bagus mengatakan, terkait kebijakan Kementrian Pertanian, ada satu slot kuota pupuk untuk Kabupaten Gresik. Tetapi kenyataannya itu tidak tepat sasaran, lantaran para petani masih saja menggunakan pupuk organik.
–
Kontributor : Ahmad Baharuddin Surya
Editor : Agung Maps