GRESIK, Gresikpos.com – Miris rasanya melihat laporan dari mesin pencari dengan kata kunci “sampah di gresik”. Sebab, mayoritas informasi yang disampaikan adalah catatan buruk tentang kondisi sampah di Kota Santri ini. Fakta ini bertolak belakang dari semboyan “Gresik Berhias Iman”. Yaitu Gresik yang bersih, hijau, dan asri sebagai kota industri, maritim, agama, dan niaga. Bahkan, akhir-akhir ini semboyan tersebut sudah tidak terdengar gaungnya.
Dari pemberitaan sejumlah media, kondisi sampah di Gresik sangat memprihatinkan. Tidak hanya kesadaran publik yang minim tentang sampah. Tapi juga menyangkut pengelolaan sampah yang masih amburadul dari hulu ke hilir. Bukti dari buruknya pengelolaan ini seperti keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Desa Campurejo Kec. Panceng yang berada di bibir pantai yang berada di desa tersebut. Parahnya lagi, keberadaan TPA itu adalah kebijakan dari Pemerintah Desa setempat.
Fakta lain yang membuktikan pengelolaan sampah di Gresik masih buruk seperti yang dilansir Duta.co (15/5/20) yang memberitakan bahwa masih banyak desa-desa yang menerapkan teknik pembakaran sampah. Tentu, teknik pengelolaan sampah seperti ini justru akan menimbulkan dampak sampingan bagi lingkungan dan Kesehatan. Kondisi sampah di Gresik yang tidak kalah merisaukan adalah keberadaan sampah plastik yang menurut riset Trash Control Community (TCC) telah melewati ambang batas seperti yang diberitakan Kompas.id (8/9/20).
Amburadul pengelolaan sampah di Gresik mestinya tidak terjadi. Sebab, Pemerintah Kabupaten Gresik sudah memiliki Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2017 yang merupakan produk hukum terbaru hasil dari perubahan Perda Nomor 9 Tahun 2010. Perda ini sebenarnya sudah mengakomodir kebutuhan perundangan dalam pengelolaan sampah di Gresik dari hulu ke hilir. Misalnya pada Pasal 7A, disebutkan bahwa Pemda Kabupaten Gresik menyusun rencana induk yang terdiri dari 9 butir dari mulai pembatasan timbulan sampah hingga pendanaan.

Sayangnya, keberadaan Perda Nomor 5 Tahun 2017 belum diimbangi dengan upaya serius Pemda Kabupaten Gresik dalam realisasinya. Hal ini dapat dirasakan dari fakta di lapangan yang menunjukkan persoalan sampah yang belum tertangani. Berdasarkan pemberitaan GresikPos.com masih banyak titik-titik pembuangan sampah yang liar dan tidak terkelola secara baik. Belum lagi minimnya armada pengangkut sampah yang tersedia, atau banyak di antaranya yang sudah tidak layak (Surya.co.id, 12/3/20). Ini artinya, Pemda Kabupaten Gresik masih belum royal mengalokasikan anggaran untuk tangani sampah.
Ketidakseriusan Pemda Kabupaten Gresik menyelesaikan persoalan sampah di daerahnya mungkin karena menganggap sektor ini tidak urgen. Padahal, dengan tingkat pertumbuhan perumahan dan industri di Gresik, sampah pasti akan menjadi bom waktu yang akan menjadi masalah serius di kemudian hari. Jika tidak sejak dini Pemda Kabupaten Gresik memperhatikan secara serius pengelolaan sampah, maka bukan Sesutu yang tidak mungkin Gresik ke depan akan menghadapi masalah yang sama dengan yang terjadi di Ibukota saat ini akibat sampah yang cost-nya pasti sangat mahal.
Duplikasi Kesuksesan Surabaya
Sebagai daerah yang bertetangga dengan Kota Surabaya, Gresik harusnya belajar banyak dari kesuksesan Tri Rismaharini. Walikota Surabaya ini telah sukses mengatasi persoalan sampah di Gresik jauh lebih ringan daripada di Surabaya. Namun, Bu Risma punya komitmen yang tinggi untuk mengurusi sampah di Surabaya sehingga sukses seperti sekarang.
Ada jurus-jurus andalan yang sudah dipraktikkan Bu Risma untuk pengelolaan sampah di Surabaya seperti dalam infografis yang dilansir Liputan6.com (2/8/19). Yaitu: 1) Pendisiplinan warga soal sampah, 2) Duplikasi kesuksesan Jepang dan Korsel kelola sampah di lahan sempit, 3) Bangun 28 tempat pembuangan sampah terpadu, 4) Sediakan fasilitas pengolaan sampah, 5) Libatkan kontraktor luar dan latih pekerja pengelola sampah, dan 6) Bangun pembangkit listrik tenaga sampah. Dengan biaya anggaran 30 Miliar, Pemda Kota Surabaya diakui dunia sukses mengatasi sampah di wilayahnya.
Dari pengalaman sukses Bu Risma di Surabaya dalam pengelolaan sampah, kunci utamanya adalah kemauan dan keseriusan. Walikota Perempuan ini sejak menjadi Kepada Dinas Kebersihan dan Pertamanan Surabaya sudah mengampanyekan dan terjun langsung dalam menggerakkan sadar sampah di kalangan warga Surabaya. Diakui Bu Risma kesuksesan Pemda Kota Surabaya dalam mengatasi persoalan sampah tidak lepas dari peran serta seluruh warga Surabaya. Selanjutnya, baru tata kelola persampahan dari hulu ke hilir yang didesain dengan baik dan dijalankan secara maksimal.
Ke depan, Pemda Kabupaten Gresik, terutama Bupati dan Wakil Bupati terpilih pada Pilkada 2020 ini harus punya tekad besar untuk meniru kesuksesan yang sudah ditorehkan Kota Surabaya dalam pengelolaan sampah. Dengan menduplikasi jurus-jurus jitu Pemda Kota Surabaya menangani sampah di wilayahnya bukan suatu yang mustahil Kabupaten Gresik akan menjadi kota sukses berikutnya yang diakui dunia internasional dalam mengatasi sampah. Kuncinya adalah kemauan dan keseriusan, serta peran warga yang cancut tali wondo menuju Gresik yang benar-benar “Berhias Iman”.
Oleh : Fikri Mahzumi