DUDUKSAMPEYAN, Gresikpos.com – Adanya Pandemi justru tidak menyurutkan semangat para pemuda Desa Gredek, Duduk Sampeyan. Sebagai kaum muda, sekaligus kaum terpelajar, mereka tergerak hatinya untuk menumbuhkan semangat berliterasi bagi warga desa.
Pandemi tidak jadi batasan mereka bertindak, justru adanya Pandemi, mereka lebih menggunakan kesadaran hati dan pikirannya untuk lebih berkembang melakukan kegiatan-kegiatan bermanfaat.
Diawali dari ditutupnya semua instansi pendidikan, terutama dunia kampus. Dilatar belakangi sebagai upaya pencegahan penyebaran virus Covid-19. Mereka para mahasiswa diliburkan dan kebanyakan pulang ke desanya masing-masing.
Akibat dari itu, Candra dan para pemuda Desa Gredek memanfaatkan waktu luang tersebut untuk membuat komunitas literasi desa bernama “Damar Kuning.” Candra mengatakan, komunitas itu sebenarnya solusi kedua setelah ia dan beberapa temannya berdiskusi terkait permasalahan di desanya.
“Komunitas ini diawali dari para pemuda yang berkuliah di luar, kemudian mereka kembali karena Pandemi. Dari situ akhirnya teman-teman berdiskusi ingin membentuk suatu kegiatan bermanfaat. Awalnya itu bukan komunitas literasi, melainkan kita berkebun. Namun berkebun dirasa kurang ada hasil, akhirnya kita membentuk komunitas literasi desa”, jelasnya.
Berdirinya komunitas itu tentu ada sebab musababnya. Melihat realita yang ada, kecanggihan teknologi nyatanya mengalihkan banyak hal, terutama di dunia pendidikan. Candra mengatakan, lahirnya Komunitas Damar Kuning adalah upaya mengalihkan anak-anak di sana supaya tidak terlalu bergantung internet. Seperti ketika ada tugas sekolah, mereka selalu mencari jawaban di internet. Seolah-olah buku yang mereka punya tidak ada gunanya.
“Jadi di sana itu masih banyak anak-anak yang ketika diberi tugas dari sekolah, mereka mengambil jawabannya dari internet. Maka dari situ kami di komunitas ingin menyadarkan betapa pentingnya buku untuk menunjang pendidikan mereka”, imbuh mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya itu.
Konsep kegiatan Damar Kuning ini ada macam-macam, tetapi yang menarik terletak di lingkup pendidikan. Selain menjajakan buku, mereka juga sering membantu mendiskusikan dan menyelesaikan tugas-tugas yang dibawa anak-anak saat berkegiatan literasi.
Respons masyarakat dan pemerintah desa sendiri juga tidak kalah penting diperhatikan. Sejak awal berdirinya, ada sebagian masyarakat yang menganggapnya berlebihan, pasalnya di sekolah sudah ada perpustakaan, tetapi kenapa dibentuk jenis kegiatan serupa.
Itu hanya sementara. Lambat laun Damar Kuning berjalan, kata Candra banyak dari mereka yang awalnya kurang suka, pada akhirnya mereka pun menyadari betapa pentingnya kehadiran literasi di sana. Bahkan pemerintah desa juga mendukung dengan menyediakan beberapa fasilitas berupa ruangan dan almari tempat menyusun buku-buku.
“Respons masyarakat awalnya kurang setuju. Tetapi lama-kelamaan mereka sadar setelah ada beberapa kegiatan yang kami adakan. Bapak Kepala Desa juga responsnya baik, kami diberi tempat sendiri, almari, dan rak-rak buku”, tandasnya.
Kontributor : Ahmad Baharuddin
Editor : Agung Maps