GRESIK, Gresikpos.com – Di awal tahun 2021, eskalasi harga bahan pokok semakin menjadi-jadi. Yang paling dirasakan masyarakat adalah kenaikan pada kacang kedelai. Kenaikan harga kedelai ini sudah menjadi permasalahan nasional, dikarenakan kacang kedelai merupakan salah satu bahan utama produksi tahu, tempe, dan kecap. Di mana ketiga jenis olahan tersebut sering habis diserbu para pembeli untuk kebutuhan sehari-hari.
Sesuai yang dilansir oleh detik.com (04/1/21), Alip selaku Ketua Umum Gabungan Koperasi Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) mengatakan kenaikan harga kedelai disebabkan karena mengikuti perkembangan harga kedelai di pasar global.
Selain harga pasar global naik, di samping itu ada faktor lain yang tidak kalah penting memengaruhi harga kedelai, yaitu karena pada Desember 2020, Amerika Serikat selaku eksportir terbesar di dunia harus memenuhi lonjakan pasokan dari Cina yang semula 15 menjadi 30 juta ton. Sehingga ada beberapa hambatan datangnya kedelai impor ke Indonesia.
Jenis kedelai impor nyatanya masih mendominasi di Indonesia. Para pengusaha tahu tempe lebih menggunakan kedelai itu karena memperhitungkan kualitas tahu tempenya. Produsen tahu tempe di Desa Sekar Kurung bernama Abdul Manan mengakui hal itu. “Kualitas kedelai antara impor dan lokal masih bagusan impor. Kalau lokal kadang hanya dibuat campuran saja,” jelasnya.
Manan juga menambahkan bahwa kedelai lokal lebih mahal dari pada kedelai impor. Menurut Permendag Nomor 7 tahun 2020, harga kedelai lokal di petani Rp 8.500/kg, sedangkan kedelai impor Rp 6.550/kg. Untuk di konsumen, kedelai lokal Rp 9.200/kg dan kedelai impor Rp 6.800/kg.
Dari paparan harga di atas sudah bisa membuktikan bagaimana selisih harga antara kedelai impor dan lokal. Dari segi kualitas juga kedelai lokal tidak sebaik kedelai impor. Maka dari itu, pasokan kedelai impor dari luar terlihat sangat diperhitungkan.
Imbas kenaikan harga kedelai sangat dirasakan baik penjual maupun produsen tempe. Toko sayur Ibu Siti di Pasar Baru Gresik yang biasanya menjual tempe berukuran 25 cm dengan harga normal Rp 5000, sekarang menjadi Rp 6000. “Kenaikan itu sejak satu hari sebelum tahun baru,” kata Dian penjaga sekaligus anak Ibu Siti pemilik toko. Untuk tahu harganya masih relatif sama, karena tahu kebanyakan menggunakan kedelai lokal. Meski harganya agak mahal, tetapi cocok digunakan untuk membuat bahan baku tahu.
Dian mendapat pasokan tahu tempenya dari produsen tahu tempe yang ada di Gresik sendiri. Produsen tempat Dian mengambil pasokan tahu tempe juga mengatakan hal yang sama bahwa sekarang harga kedelai mengalami kenaikan. Biasanya Dian setiap hari bisa habis 50-60 biji tempe, tetapi sekarang mengalami penurunan, hanya 35-40 tempe. Peningkatan harga juga terpantau sama di Pasar Gresik, selain produsen tahu tempe, Manan juga menjajakan tahu tempenya di pasar. Jadi setelah ia berproduksi, siangnya Ia menjual tahu tempe produksinya di pasar.
“Harga tempe sekarang naik. Dari yang ukuran umumnya ini, semula Rp 5000 jadi Rp 6000. Kalau tahu naik sedikit, dari per bijinya Rp 500 jadi Rp 600,” kata Manan, Selasa (5/1/21).

Amerika Serikat menjadi negara langganan impor kedelai. Seperti penelitian Prof. Made Astawan Guru Besar Bidang Pangan, Gizi, dan Kesehatan Institut Pertanian Bandung (IPB) dalam penelitiannya berjudul “Profil Kedelai Lokal Dibandingkan Kedelai Gmo Dan Non-Gmo Impor Untuk Mendukung Internasionalisasi Tempe Dan Swasembada Kedelai Indonesia”, Ia menjelaskan jika Indonesia sebenarnya adalah konsumen kedelai terbesar di Asia Tenggara. 70% penggunaan kedelai di Indonesia berasal dari impor, terutama Amerika Serikat.
Diperkuat oleh Badan Pusat Statistik (BPS), impor kedelai Indonesia tahun 2020 mencapai 1, 27 juta ton dengan jumlah transaksi sebesar US$ 510,2 juta atau sekitar Rp 7,52 triliun. Sebanyak 1,14 juta ton di antaranya berasal dari Amerika Serikat.
Data Made Astawan mencatat, di Indonesia, dari total keseluruhan penggunaan kedelai, 50% diolah menjadi tempe, 40% menjadi tahu, 10% produk lainnya, dan 10% sisanya untuk pakan dan benih. Tahu tempe menjadi produk olahan utama masyarakat Indonesia. Sehingga ketika terjadi kenaikan harga kedelai, dampak tersebut sangat dirasakan para produsen dan konsumen tahu tempe.
Di Jawa Timur sendiri, dari total luas lahan 37.378 ha di Jawa Timur tahun 2020, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur mencatat produksi kedelai di Jatim hanya 57.235 ton. Tingkat konsumsinya mencapai 447.912 ton. Sehingga masih defisit 390.677 ton. Sedangkan di tahun 2021 ini, luas lahan mengalami peningkatan, yaitu 75.539 ha.
Meskipun dalam persaingan kedelai lokal kalah dengan impor, tetapi kedelai lokal bisa diandalkan untuk pembuatan tahu. Manan membenarkan pula, Ia mengatakan jika kedelai lokal tidak cocok untuk tempe. Kalau pun dipaksa untuk bahan baku tempe, kedelai lokal hanya buat campuran. Lain lagi saat pembuatan tahu, kedelai lokal akan menghasilkan tahu lebih lezat dan risiko pada kesehatan cukup rendah, karena bukan bahan transgenik.
Pada nota keuangan 2021, kompas.com (03/1/21) memaparkan jika 2021 pemerintah menarget produksi kedelai sebesar 420.000 ton. Namun dalam perkiraan, tahun ini produksi hanya berkisar 320.000 ton yang lebih rendah dibandingkan tahun 2019.
–
Kontributor : Ahmad Baharuddin Surya
Editor : Agung Maps